MEDIA CENTER REJANG LEBONG – Bupati Rejang Lebong, Drs.H.Syamsul Effendi, MM mengapresiasi pentas tari 9 kecamatan. Pentas tari itu digelar di panggung utama Festival Budaya dan Bazar UMKM HUT Curup ke-144, mulai pukul 20.00 WIB, Senin, (13/5).
‘’Saya mengapresiasi seluruh kecamatan yang telah menyemarakan HUT Curup ke-144 dengan menampilkan tari unggulannya. Terimakasih kepada para camat dan para penggiat seni tari yang menampilkan karya kreasinya. Namun karena keterbatasan waktu, maka, tiap kecamatan hanya diperbolehkan menampilkan 1 tari saja,’’ kata bupati.
Pentas tari kreasi dari 9 kecamatan itu digelar secara marathon. Diawali ‘’Tari Caping’’ dari Kecamatan Curup Tengah. Tari ini menggambarkan keseharian masyarakat di wilayah perdesaan yang hidup sebagai petani. Sehingga saat bekerja di sawah atau di ladang, petani selalu memakai caping atau topi kerucut yang terbuat dari bambu. Tari ini didukung 10 anak perempuan usia SD. Gerak langkahnya sangat dinamis mengikuti irama music menambah suasana ceria.
Lalu disusul ‘’Semawas’’ dari Curup Timur karya Lusiana Sapitri Semamas mengandung air sebelum matahari terbit. Tari yang didukung 6 gadis cantik ini berkisah tentang bebei mudo dan ina yang mendukung pelaksanaan umbung atau hajatan pernikahan. Mulai dari menampi beras dan memasak di bagian dapur. Gerak ke-6 penari tampak dinamis dan energik. Uniknya, property yang digunakan sebagai pendukung tari berupa kuali dan perlengkapan dapur lainnya.
Curup Selatan menampilkan ‘’Tari Menganyam’’. Pembuatan anyaman bakul diintepretasikan melalui gerak tari yang tertata. Tarian ini didukung 10 penari cilik usia SD yang mampu menggambarkan ketekunan dan keahlian dalam membuat perlengkapan rumah tangga dari anyaman bambu.
Sedangkan Sindang Dataran menyuguhkan ‘’Tari Bumi Rafflesia’’ yang menonjolkan warna melayu melalui busana, dan rentak zapin. Para penari memperlihatkan gerak luwes keanggunan Bunga Rafflesia. Serta interaksi serangga penyerbuk bunga.
Selupu Rejang tampil dengan ‘’Tari Mak Tutum Mai Umbung’’ diangkat dari kearifan local. Yakni tradisi masyarakat saat menghadiri sebuah umbung atau hajatan dengan membawa baskom berisi beras, kelapa dan lain-lain. Kecamatan Binduriang mencoba tampil beda dengan mengemas ‘’Tari Pelbeak Celako’’ dengan mengkolaborasikan tari dan teater. Tari ini berkisah tentang kehidupan para petani saat menggarap ladang dengan bergotong royong. Unsur teaterikalnya bertutur tentang sosok anak keras kepala yang tidak bisa dinasihati orang tuanya. Lalu, pada suatu sore diganggu hantu ‘’Nenek Gergasi’’ yang terus berusaha mencelakainya. Akhirnya sang anak berhasil ditangkap dan dilarikan ‘’Nenek Gergasi’’.
‘’Tari Min Tutum’’ ditampilkan 6 gadis belia dari Kecamatan Sindang Beliti Ilir (SBI). ‘’Tari Min Tutum’’ juga mengangkat kebiasaan masyarakat SBI yang bergotong royong membantu tetangga yang melaksanakan hajatan dengan membawa bahan pokok sebagai buah tangan. Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT) membawakan ‘’Tari Mengaji’’ dalam tari ini digambarkan sikap, tekad anak-anak yang antusias dalam belajar mengaji. Meski berada ditengah serbuan era globalisasi, anak-anak masih semangat untuk belajar mengaji.
Pentas tari ini ditutup dengan ‘’Tari Menapei’’ yang disuguhkan Sanggar Patriot dari Kecamatan Curup. 7 gadis belia berparas cantik tampak gemulai mengikuti irama musik. Gerak tari ini menggambarkan kebiasaan remaja putri dalam membantu ibunda menampi beras.
Pentas tari 9 kecamatan ini disaksikan penonton yang memenuhi panggung utama. Maupun penonton yang memadati halaman panggung. Para penonton tampak setia menyaksikan tari demi tari yang dipentaskan. (rhy)
Editor : Rahman Jasin