MEDIA CENTER REJANG LEBONG – Massa ‘’menyemut’’ saksikan pergelaran seni etnis nusantara di panggung utama Festival Budaya dan Bazar UMKM HUT Kota Curup ke-144 di Lapangan Dwi Tunggal pukul 20.30 WIB – 22.30 WIB, Sabtu, (18/5).

‘’Malam ini kita akan menyaksikan pergelaran seni nusantara. Sebenarnya banyak etnis di Rejang Lebong. Tapi, yang siap menampilkan keseniannya tidak banyak. Jadi, hanya beberapa etnis saja yang tampil. Diantaranya, etnis batak, Minang, Rejang, Tionghoa, Semaku, Palembang, Lembak, Sunda, Jawa Timur dan Jogjakarta. Penampilan kesenian etnis nusantara ini memperkaya khasanah budaya di Rejang Lebong,’’ ungkap Kadis Dikbud, Drs. Noprianto, MM saat membuka gelaran spektakuler ini.

Pergelaran seni nusantaranya cukup menarik minat penonton. Terbukti, penonton tampak ‘’menyemut’’ di halaman panggung utama. Kendati penonton membludak, namun pergelaran berjalan dengan lancar tanpa kendala.

Pentas seni nusantara ini diawali ‘’Tari Menabi Page’’ merupakan budaya Batak dari etnis Pakpak Dairi. Tari ini berkisah tentang bujang dan gadis Dairi bersuka ria memanen padi. Mulai dari memotong padi, mengirik atau merontokan padi dengan kaki, lalu membawanya pulang ke rumah. Setelah padi dijemur kering, para bujang menumbuknya menjadi beras. Sedangkan para gadis membersihkan beras dengan cara ditampi.
Setelah itu disusul ‘’Tari Piring Badarai’’ dari Minang. Tari ini didukung 3 gadis dan beberapa bujang. Gerak langkah silat tampak jelas mendasari gerak tari para bujang. Para gadis tak kalah gesit dan lincah menari sambil memegang piring kecil ditangan kiri kanan. Lebih mengagetkan lagi para penari menari di atas pecahan piring. Namun, telapak kaki para penari yang menginjak pecahan piring tidak terluka.

Etnik Rejang menampilkan ‘’Tari Nganem’’ atau menganyam. Tari ini bertutur tentang tradisi masyarakat Rejang dalam membuat anyam-anyaman berbahan baku bambu atau boloak Se’ik. Karena bambu jenis ini memiliki tekstur halur hingga memudahkan penganyamannya. Proses penganyaman diawali dengan mencari dan menebang bambu. Serta dilanjutkan dengan proses pengayaman bronang atau pane, teleng, tampah dan bokoak iben. Gerak langkah para penari yang dinamis mengikuti irama music gong, kelintang dan rebab.

Yang unik, etnis tionghoa juga turut berpartisipasi. Menampilan ‘’Tari Perang’’ yang unik. Para prajurit tidak menggunakan senjata jenis pedang, tombak atau panah. Namun, para prajurit yang terdiri dari gadis gadis belia justru
Menggunakan kipas yang dipasangi kain tipis. Sehingga kibasan kipas mirip dengan kibasan pedang . Pertempuran diawali dengan pertarungan 2 prajurit. Lalu peperangan antar kelompok ‘’meledak’’.

Etnis Serawai menampilkan ‘’Tari Lenggang Serawai’’. Tari ini menceritakan keceriaan bujang gadis serawai selepas panen tiba. Serta menjadi ajang pertemuan bujang gadis.
Sedangkan etnis Palembang menggelar ‘’Tari Gadis Palembang’’. Tari ini mengangkat idiom melayu Palembang yang terlihat jelas dari gerak langkah rentaknya. Serta irama music pengiring yang bernuansa zapin. Etnis lembak menyuguhkan tari tradisi ‘’Tari Turak’’. Para gadis penari membawa bambu berisi beras kuning yang dipercaya dapat mengusir roh jahat. Etnis sunda melalui Paguyupan Lembur Kuring memberikan atraksi pencak putrid dan debus.
Jawa Timur dengan ‘’Tari Senterewe’’ yang berkisah tentang kegagahan prajurit berkuda yang bertempur melawan musuh yang digambarkan sebagai barongan. Dalam pertempuran itu barongan dapat dikalahkan.

Pergelaran seni nusantara ini ditutup dengan pentas wayang orang dengan mengangkat kisah ‘’Gatot Kaca Kamulyo’’. Seni tradisi dari Jogjakarta ini didukung perangkat gamelan lengkap dengan sindennya. Dalam tari ini digambarkan pertikaian antara Arjuna dengan Buto Cakil. Dan kesatria pringgondani Gatot Kaca bertempur melawan musuhnya. Para raksasa atau buto itupun dapat dikalahkan. (rhy)

Editor : Rahman Jasin