MEDIA CENTER REJANG LEBONG – Perkumpulan Mitra Masyarakat Disabilitas Indonesia (PMMI) menggelar Sosialisasi Gender Equality, Disability And Social Inclusion (GEDSI) serta sosialisasi program solider. Sosialisasi dilaksanakan di Hotel Sepanak Curup, pukul 09.00 WIB, Rabu, (15/5).

Sosialisasi dibuka Staf Ahli Bupati, M. Andy Afrianto, SE. Serta dihadiri 50 peserta dari dinas intansi jajaran Pemkab. Serta OPD lintas sektor. Termasuk camat dan Kades. Serta menampilkan 2 narasumber. Yakni, Purwanti penyandang disabilitas dari Tim SIGAP Jogyakarta. Plus, Kepala Bappeda, Khirdes Lapendo Pasju, S.STP, M.Si.

‘’Kaum difabel atau disabilitas memiliki hak yang sama. Termasuk dalam mendapatkan layanan dasar. Termasuk dalam memperoleh pekerjaan. Saat ini Pemkab Rejang Lebong terus berupaya menjalankan kesetaraan gender itu,’’ jelas Staf Ahli Bupati, Andy Afrianto.

Sedangkan Ketua PMMI Provinsi Bengkulu, Irna Riza Yuliastuty, S.Sos menjelaskan program yang telah digulirkan di Rejang Lebong. Khususnya dalam membina dan memperjuangkan hak-hak kaum difabel di Bumei Pat Petulai.

‘’Di Kota Curup, Rejang Lebong, PMMI telah melakukan pembinaan 100 difabel di 3 desa. Yakni, Desa Rimbo Recap, Kampung Delima dan Lubuk Ubar. Diharapkan melalui sosialisasi ini tidak ada lagi perlakuan diskriminasi terhadap kaum difabel,’’ ungkap Irna.

Soalnya tukas Irna, masih terlihat kurangnya layanan dasar bagi kaum difabel. ‘’Kedepan kita akan melakukan pendataan terhadap penyandang disabilitas yang ada di Rejang Lebong. Sekaligus membentuk kelompok disabilitas desa atau KDD. Sehingga, kaum disabilitas tidak lagi terpinggirkan dan kesetaraan genderpun dapat diwujudkan. Kita Berharap Rejang Lebong bisa menjadi kabupaten inklusif disabilitas,’’ ujarnya.

Sementara Purwanti yang duduk dikursi roda tampak cerdas menguraikan materi terkait GEDSI. ‘’Kaum difabel itu berhak mendapatkan kesetaraan gender. Diantaranya kesetaraan dalam seksualitas. Sebab, seks merupakan istilah komposit yang mengacu pada totalitas kedirian. Seks juga berkaitan dengan variabel biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual dari kehidupan. Serta mempengaruhi perkembangan kepribadian dan hubungan interpersonal. Termasuk persepsi diri, harga diri, sejarah pribadi, konsep cinta dan keintiman citra tubuh,’’ katanya.

Selain itu Purwanti juga mengupas pengarusutamaan gender, kesenjangan gender, kesetaraan gender, keadilan gender, perbedaan perempuan dan laki-laki yang terhubung dengan gender. Serta pembagian peran berdasarkan gender.

‘’Saat ini masih banyak terjadi kekerasan berbasis gender. Bentuk kekerasan itu terjadi akibat ketidakseimbangan posisi tawar atau ketimpangan relasi kekuasaan antara perempuan dan laki-laki. Kekerasan terjadi akibat konstruksi peran pada budaya patriarki yang menempatkan perempuan pada posisi lemah dan lebih rendah. Kekerasan yang sering terjadi itu seperti kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan sosial ekonomi, psikis atau mental. Serta praktik sosial budaya yang membahayakan lainnya. Akar semua kekerasan dan ketidakadilan gender itu adalah budaya patriarki,’’ kata Purwanti.

Sedangkan Kepala Bappeda, Khirdes Lapendo Pasju, S.STP, M.Si menjabarkan materi terkait pembangunan inklusif disabilitas.

‘’Jumlah penduduk Rejang Lebong saat ini mencapai 285.710 jiwa yang bermukim di 156 desa dan kelurahan di 15 kecamatan. Total luas wilayahnya 1.550,28 hektare. Sedangkan jumlah penyandang disabilitas yang terdata sebanyak 1.293 orang,’’ jelas Khirdes.

Dikatakan, pembangunan inklusif disabilitas merupakan pengintegrasian pengarusutamaan dan keterlibatan penyandang disabilitas sebagai pelaku dan penerima manfaat pembangunan. Mulai dari tahap perencanaan, penganggaran, penyelenggaraan, pemantauan dan evaluasi.

Namun, lanjut Khirdes, masih banyak kendala dalam penyelenggaraan kegiatan bagi penyandang disabilitas. Misalnya, pemahaman OPD yang masih terbatas terkait pemberian layanan bagi kaum difabel. Mekanisme pengawasan yang belum efektif, pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang belum optimal. Keterbatasan SDM pelaksana. Serta belum memadainya sarana inklusif dan kaum disabilitas.

‘’Upaya peningkatan pembangunan inklusif yang yang akan dilaksanakan membutuhkan peran multisektoral perangkat daerah. Misalnya, penyusunan pemenuhan hak difabel diberbagai sektor. Mendorong kolaborasi antar sektor. Mendorong skema pembiayaan dan sustainable baik dalam pengjangkauan dan pendataan maupun operasional layanan. Serta mendudukkan difabel sebagai pihak yang perlu diberdayakan dan bukan dikasihani,’’ tukas Khirdes.

Sehingga tutur Khirdes, pembangunan inklusif disabilitas merupakan upaya menciptakan masyarakat yang menerima, inklusif dan berkeadilan. (rhy)

Editor : Rahman Jasin