MEDIA CENTER REJANG LEBONG – Dinas DP3APPKB Rejang Lebong menggelar orientasi pendampingan 468 tenaga pendamping keluarga (TPK). Serta pengukuran dan intervensi serentak 150 ibu hamil, ibu menyusui, pasangan usia subur (PUS), calon pengantin dan pengantin baru menikah dari 15 kecamatan. Orientasi dan layanan kesehatan itu diselenggarakan di aula BLKM, pukul 09.00 WIB, Jum’at, (14/6).
Orientasi dan layanan kesehatan ini dihadiri Kadis DP3APPKB, Sutan Alim, Kepala BKKBN Prov Bengkulu, Nesianto, SE, MM, Kepala KUA Curup Tengah, H. Bulkis, MHI. Serta Deputi Bidang Advokasi Pergerakan dan Informasi Badan Kependudukan dan KB Nasional, Adam Sugiarto, SE, M.Si.
Satu per satu para calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur itu mendapatkan pelayanan kesehatan. Mulai dari penimbangan berat badan, pengukuran lingkar pangkal lengan, lingkar pinggang dan panggul. Termasuk pemeriksaan tekanan darah dan pemeriksaan hemoglobin darah. Layanan kesehatan itu tidak dipungut biaya atau gratis.
Usai pelayanan kesehatan itu dilanjutkan dengan orientasi pendampingan TPK yang menampilkan 4 narasumber langsung menyampaikan materi. Mereka adalah, Sutan Alim, Nesianto, Bulkis dan Adam Sugiarto.
‘’Diharapkan melalui kegiatan ini, para calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur dapat mendapat pemahaman terkait langkah-langkah untuk mengatasi stunting sejak dini. Sehingga, akan terbentuk keluarga berkualitas. Karena ibu dan anak yang dilahirkan akan sehat,’’ tutur Sutan Alim.
Dikatakan, pencegahan stunting ini dilakukan pada 1000 hari kehidupan pertama anak. Mulai dari calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui hingga anak yang dilahirkan berusia 2 tahun.
‘’Makanya kita pantau para calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan anaknya. Khususnya tentang asupan gizi ibu dan anak. Sebab, jika anak yang stunting sudah berusia diatas 2 tahun, maka, pertumbuhannya akan terganggu. Serta sulit dipacu pertumbuhannnya dan perkembangannya,’’ tutur Sutan.
Sementara Kepala KUA Curup Tengah, Bulkis menjelaskan usia ideal pernikahan pria dan wanita adalah dalam usia 19 tahun sebagaimana tertuang dalam UU Perkawinan No 16 Tahun 2019.
‘’Kita berusaha menekan angka pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur yang berpotensi stunting. Karena pengantin bawah umur ini belum siap secara fisik dan psikis,’’ katanya.
KUA lanjut Bulkis, selalu menolak pernikahan pasangan bawah umur. Soalnya, KUA hanya melaksanaan aturan dan bukan penerjemah aturan.
‘’Tapi, pasangan pengantin dibawah 19 tahun bisa mengajukan dispensasi pernikahan bawah umur ke Pengadian Agama. Tentu dengan rekomendasi dari DP3APPKB dan Psikolog. Selama ini ada permohonan yang ditolak dan dikabulkan pengadilan. Permohonan yang dikabulkan dengan beberapa pertimbangan seperti calon pengantin perempuan sudah hamil itu maka penghulu dari KUA akan menikahkannya,’’ ujar Bulkis.
Namun permohonan yang ditolak pengadilan tetap juga menikah. Tapi, pernikahannya bukan dilakukan penghulu KUA. Biasanya pernikahannya dilakukan oleh imam desa.
‘’Pasangan yang dinikahkan imam desa itu tetap mendapatkan KK. Hanya saja dalam KK disebutkan status pernikahannya tidak tercatat,’’ jelas Bulkis.
Sedangkan Kepala BKKBN Prov Bengkulu, Nesianto menjelaskan, pengukuran dan intervensi serentak pencegahan stunting ini merupakan langkah awal perbaikan konvergensi bersama dan pencegahan yang lebih massif.
‘’Strategi ini menekankan pentingnya pendataan yang akurat dan lengkap terhadap calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, pasangan usia subur dan pasangan baru menikah. Selain itu, pelayanan di Posyandu juga perlu dilakukan,’’ katanya.
Sedangkan Deputi Badan Kependudukan dan KB Nasional, Adam Sugiarto mengungkapkan, saat ini kasus stunting menjadi perhatian serius pemerintah.
‘’Dulu anak stunting ini tersembunyi. Setelah dilakukan penelusuran dan pendataan di seluruh wilayah tanah air, ternyata jumlahnya banyak. Kondisi inilah yang kita tangani secara bersama dengan melibatkan lintas sektor. Sehingga, generasi kedepan kita semakin berkualitas,’’ paparnya. (rahman)
Editor : Rahman Jasin